Kamis, 19 Mei 2016

Pukat Cincin KM. Burung Laut Kuma

Operasional Penangkapan Ikan (Pukat Cincin)
Di KM. Burung Laut Kuma

Pendahuluan

Sebagai salah satu wilayah maritim yang memiliki laut yang luas, Perairan Indonesia menyimpan potensi sumberdaya kelautan yang besar. Sumberdaya kelautan tersebut berupa sumberdaya ikan demersal, sumberdaya ikan pelagis serta sumberdaya lainnya. Potensi sumberdaya tersebut dimanfaatkan oleh para pelaku di bidang perikanan baik itu pengusaha skala kecil, menengah hingga pengusaha skala besar. Modernisasi alat tangkap serta sarana tangkap merupakan hal yang mutlak dilakukan bila ingin mencapai hasil tangkapan yang optimal.
Berbagai ragam pengembangan alat tangkap tak henti-hentinya dilakukan dalam usaha mengoptimalkan hasil tangkapan. Sebagai contoh misalnya untuk memanfaatkan sumberdaya ikan pelagis, perkembangan alat tangkap yang memanfaatkan potensi tersebut mengalami peningkatan yang cukup siginifikan. Purse seine atau pukat cincin sebagai salah satu alat tangkap ikan pelagis mengalami peningkatan baik dari segi desain, operasional maupun sarana pendukung operasional. Hal ini dapat dilihat dari berkembangnya usaha penangkapan ikan dengan pukat cincin sebagai alat tangkap yang dominan dalam perikanan pelagis.
Kabupaten Kepulauan Sangihe sebagai salah satu wilayah maritim yang luas turut pula merasakan dampak kehadiran dan perkembangan alat tangkap purse seine atau pukat cincin tersebut. Purse seine atau pukat cincin juga dikenal dengan nama lokal soma pajeko. Pada prinsipnya operasional penangkapan ikannya sama, namun yang membedakan yaitu ukuran jaring. Soma pajeko berukuran kecil dan operasional yang masih manual, bila ada peralatan itupun winch sederhana yang dirakit dari mesin bekas.

Tinjauan Pustaka

Menurut Nomura dan Yamazaki dalam Ismi (2014), menjelaskan bahwa berdasarkan bentuk dan kontruksinya purse seine dapat diklasifikasikan kedalam dua bagian yaitu jaring yang berkantong dan jaring yang tidak berkantong. Selanjutnya Gunawan dalam Hidayat, 2004, menyatakan bahwa berdasarkan ukuran dan alat bantunya ada yang disebut purse seine ukuran kecil (mini purse seine) yang memiliki panjang jaring kurang dari 600 meter dan purse seine ukuran besar (tuna purse seine) yang mempunyai panjang jaring dapat lebih dari 1000 meter.
Subani dan Barus (1989), menjelaskan bahwa disebut “purse seine” atau jaring berkantong karena ketika jaring ini selesai dioperasikan akan membentuk seperti kantong. Disebut “pukat cincin” karena alat tangkap ini dilengkapi dengan cincin yang mana tali cincin atau tali kerut/tali kolor dilalukan di dalamnya. Fungsi cincin dan tali kerut/tali kolor ini penting terutama pada waktu pengoperasian jaring. Sebab dengan adanya tali kerut tersebut jaring yang semula tidak berkantong akan terbentuk kantong pada tiap akhir penangkapan.
Pada dasarnya pukat cincin dibuat dari beberapa lembar jaring yang berbentuk segi empat atau hampir, yang gunanya untuk menggurung gerombolan ikan kemudian tali kerut (purse line) di bagian bawah jaring ditarik sehingga jaring itu menyerupai kantong yang besar dan ditarik ke atas kapal pada salah satu sisinya atau kedua sisinya sehingga kantong semakin mengecil dan ikan dapat dipindahkan ke atas dek. Jaring merupakan dinding yang tidak dapat ditembus oleh ikan, sehingga ikan terkurung di dalam kantong (bunt) purse seine. Alat tangkap ini merupakan alat tangkap yang selektif, yaitu dengan mengatur ukuran mata jarring (mesh size) sehingga ikan-ikan yang kecil dapat meloloskan diri.
Ikan yang menjadi tujuan utama penangkapan dari purse seine adalah ikan-ikan yang “Pelagic Shoaling Species”, yang berarti ikan-ikan tersebut haruslah membentuk shoal (gerombolan), berada dekat dengan permukaan air (sea surface) dan sangatlah diharapkan pula agar densitas shoal itu tinggi, yang berarti jarak antara ikan dangan ikan lainnya haruslah sedekat mungkin. Dengan kata lain dapat juga dikatakan per satuan volume hendaklah jumlah individu ikan sebanyak mungkin. Hal ini dapat dipikirkan sehubungan dengan volume yang terbentuk oleh jaring (panjang dan lebar) yang dipergunakan. Jenis ikan yang ditangkap dengan purse seine terutama di daerah Jawa dan sekitarnya adalah : Layang (Decapterus spp), bentong, kembung (Rastrelinger spp) lemuru (Sardinella spp), slengseng, cumi-cumi dll.
Fungsi lampu sebagai alat bantu penangkapan ikan yakni untuk mengumpulkan kawanan ikan kemudian dilakukan operasi penangkapan. Jenis lampu yang digunakan bermacam-macam, seperti oncor (obor), petromaks, lampu listrik (penggunaannya masih sangat terbatas hanya untuk usaha penangkapan sebagian dari perikanan industri). Ikan-ikan itu tertarik oleh cahaya lampu kiranya tidak terlalu dipermasalahkan sebab adalah sudah menjadi anggapan bahwa hampir semua organisme hidup termasuk ikan yang media hidupnya itu air terangsang (tertarik) oleh sinar/cahaya (phototaxis positif) dan karena itu mereka selalu berusaha mendekati asal / sumber cahaya dan berkumpul disekitarnya.

Hasil dan Pembahasan

Sesuai dengan data Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Kepulauan Sangihe pada tahun 2010, tercatat ada 9 (sembilan) usaha perikanan pukat cincin yang tersebar di wilayah ini. Sentra perikanan pukat cincin di Kabupaten Kepulauan Sangihe terdapat di dua lokasi yakni Kecamatan Tidore dengan jumlah armada tujuh (7) unit dan Kecamatan Kuma dengan jumlah armada dua (2) unit.

Penangkapan ikan dengan alat tangkap pukat cincin di KM. Burung Laut Kuma dilakukan dengan menggunakan alat bantu penangkapan rumpon milik pemilik alat tangkap dan milik nelayan-nelayan sekitar. Sebelum dilakukan operasi penangkapan dilakukan pengumpulan ikan di rumpon. Nelayan yang bertugas akan pergi ke laut pada sore menjelang malam hari. Selanjutnya nelayan tersebut akan menyalakan lampu untuk memikat ikan-ikan kecil sehingga akan berkumpul di bawah rumpon. Sedangkan armada penangkapan akan pergi kelokasi penangkapan pada pukul 02.00 subuh. Jarak dari pantai menuju ke lokasi penangkapan ikan dapat ditempuh dengan waktu setengah jam. Selanjutnya fishing master (tonaas) akan menyelam di sekitar rumpon untuk mengamati ketebalan gerombolan ikan ataupun arah arus. Arah arus dapat diketahui dengan melihat arah kepala ikan  dengan asumsi bahwa arah kepala ikan akan berlawanan dengan arah arus. Para anak buah kapal akan mengikat buih pada rumpon dan selanjutnya rumah rumpon akan dilepas dan dibiarkan bebas sehingga akan memudahkan ketika proses penawuran jaring. Selanjutnya tonaas akan memberikan kode untuk penawuran jaring. Penarikan jaring dilakukan apabila ujung tali pertama dan tali yang terakhir telah sampai diatas perahu. Penarikan jaring diawali dengan penarikan tali cincin, penarikan tali cincin harus dilakukan secepatnya agar ikan tidak ada peluang untuk meloloskan diri. Apabila telah selesai dilakukan pengangkatan jaring maka perahu akan kembali mencari rumpon dan selajutnya akan kembali mengikatkan rumah rumpon tersebut.


Daftar Pustaka

Anonimous. Pukat Kantong. nhttp://www.slideshare.net/bachrisb/pukat-kantong
Baskoro, M., dan Taurusman.,A.Am., 2011. Tingkah Laku Ikan: Hubungannya dengan Ilmu dan Teknologi Perikanan Tangkap. Lubuk Agung. Bandung. 258 hal.
Subani W dan H.R Barus. 1989. Alat Penangkapan Ikan dan Udang Laut di Indonesia. Jurnal Penelitian Perikanan Laut No. 35 tahun 1988/1989 Edisi Khusus. Balai Penelitian Perikanan Laut. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. Jakarta. 248 hal.



1 komentar:

  1. Perkenalkan, saya dari tim kumpulbagi. Saya ingin tau, apakah kiranya anda berencana untuk mengoleksi files menggunakan hosting yang baru?
    Jika ya, silahkan kunjungi website ini www.kumpulbagi.com untuk info selengkapnya.

    Di sana anda bisa dengan bebas share dan mendowload foto-foto keluarga dan trip, music, video, filem dll dalam jumlah dan waktu yang tidak terbatas, setelah registrasi terlebih dahulu. Gratis :)

    BalasHapus