Operasional
Penangkapan Ikan (Pukat Cincin)
Di
KM. Burung Laut Kuma
Pendahuluan
Sebagai
salah satu wilayah maritim yang memiliki laut yang luas, Perairan Indonesia
menyimpan potensi sumberdaya kelautan yang besar. Sumberdaya kelautan tersebut
berupa sumberdaya ikan demersal, sumberdaya ikan pelagis serta sumberdaya
lainnya. Potensi sumberdaya tersebut dimanfaatkan oleh para pelaku di bidang
perikanan baik itu pengusaha skala kecil, menengah hingga pengusaha skala
besar. Modernisasi alat tangkap serta sarana tangkap merupakan hal yang mutlak
dilakukan bila ingin mencapai hasil tangkapan yang optimal.
Berbagai
ragam pengembangan alat tangkap tak henti-hentinya dilakukan dalam usaha
mengoptimalkan hasil tangkapan. Sebagai contoh misalnya untuk memanfaatkan
sumberdaya ikan pelagis, perkembangan alat tangkap yang memanfaatkan potensi
tersebut mengalami peningkatan yang cukup siginifikan. Purse seine atau pukat
cincin sebagai salah satu alat tangkap ikan pelagis mengalami peningkatan baik
dari segi desain, operasional maupun sarana pendukung operasional. Hal ini
dapat dilihat dari berkembangnya usaha penangkapan ikan dengan pukat cincin
sebagai alat tangkap yang dominan dalam perikanan pelagis.
Kabupaten Kepulauan Sangihe sebagai
salah satu wilayah maritim yang luas turut pula merasakan dampak kehadiran dan
perkembangan alat tangkap purse seine atau pukat cincin tersebut. Purse seine
atau pukat cincin juga dikenal dengan nama lokal soma pajeko. Pada prinsipnya operasional penangkapan ikannya sama,
namun yang membedakan yaitu ukuran jaring. Soma pajeko berukuran kecil dan
operasional yang masih manual, bila ada peralatan itupun winch sederhana yang
dirakit dari mesin bekas.
Tinjauan Pustaka
Menurut Nomura dan Yamazaki dalam Ismi (2014), menjelaskan bahwa
berdasarkan bentuk dan kontruksinya purse seine dapat diklasifikasikan
kedalam dua bagian yaitu jaring yang berkantong dan jaring yang tidak
berkantong. Selanjutnya Gunawan dalam Hidayat, 2004, menyatakan bahwa
berdasarkan ukuran dan alat bantunya ada yang disebut purse seine ukuran
kecil (mini purse seine) yang
memiliki panjang jaring kurang dari 600 meter dan purse seine ukuran
besar (tuna purse seine) yang mempunyai panjang jaring dapat lebih dari
1000 meter.
Subani dan Barus (1989), menjelaskan bahwa disebut
“purse seine” atau jaring berkantong karena ketika jaring ini selesai
dioperasikan akan membentuk seperti kantong. Disebut “pukat cincin” karena alat
tangkap ini dilengkapi dengan cincin yang mana tali cincin atau tali kerut/tali
kolor dilalukan di dalamnya. Fungsi cincin dan tali kerut/tali kolor ini
penting terutama pada waktu pengoperasian jaring. Sebab dengan adanya tali
kerut tersebut jaring yang semula tidak berkantong akan terbentuk kantong pada
tiap akhir penangkapan.
Pada dasarnya pukat cincin dibuat dari
beberapa lembar jaring yang berbentuk segi empat atau hampir, yang gunanya
untuk menggurung gerombolan ikan kemudian tali kerut (purse line) di bagian bawah jaring ditarik sehingga jaring itu
menyerupai kantong yang besar dan ditarik ke atas kapal pada salah satu sisinya
atau kedua sisinya sehingga kantong semakin mengecil dan ikan dapat dipindahkan
ke atas dek. Jaring merupakan dinding yang tidak dapat ditembus oleh ikan,
sehingga ikan terkurung di dalam kantong (bunt)
purse seine. Alat tangkap ini merupakan alat tangkap yang selektif, yaitu
dengan mengatur ukuran mata jarring (mesh
size) sehingga ikan-ikan yang kecil dapat meloloskan diri.
Ikan
yang menjadi tujuan utama penangkapan dari purse seine adalah ikan-ikan yang
“Pelagic Shoaling Species”, yang berarti ikan-ikan tersebut haruslah membentuk
shoal (gerombolan), berada dekat dengan permukaan air (sea surface) dan sangatlah diharapkan pula agar densitas shoal itu
tinggi, yang berarti jarak antara ikan dangan ikan lainnya haruslah sedekat
mungkin. Dengan kata lain dapat juga dikatakan per satuan volume hendaklah
jumlah individu ikan sebanyak mungkin. Hal ini dapat dipikirkan sehubungan
dengan volume yang terbentuk oleh jaring (panjang dan lebar) yang dipergunakan.
Jenis ikan yang ditangkap dengan purse seine terutama di daerah Jawa dan
sekitarnya adalah : Layang (Decapterus
spp), bentong, kembung (Rastrelinger
spp) lemuru (Sardinella spp),
slengseng, cumi-cumi dll.
Fungsi lampu
sebagai alat bantu penangkapan ikan yakni untuk mengumpulkan kawanan ikan
kemudian dilakukan operasi penangkapan. Jenis lampu yang digunakan
bermacam-macam, seperti oncor (obor), petromaks, lampu listrik (penggunaannya
masih sangat terbatas hanya untuk usaha penangkapan sebagian dari perikanan
industri). Ikan-ikan itu tertarik oleh cahaya lampu kiranya tidak terlalu
dipermasalahkan sebab adalah sudah menjadi anggapan bahwa hampir semua
organisme hidup termasuk ikan yang media hidupnya itu air terangsang (tertarik)
oleh sinar/cahaya (phototaxis positif)
dan karena itu mereka selalu berusaha mendekati asal / sumber cahaya dan
berkumpul disekitarnya.
Hasil
dan Pembahasan
Sesuai
dengan data Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Kepulauan Sangihe pada tahun
2010, tercatat ada 9 (sembilan) usaha perikanan pukat cincin yang tersebar di
wilayah ini. Sentra perikanan pukat cincin di Kabupaten Kepulauan Sangihe
terdapat di dua lokasi yakni Kecamatan Tidore dengan jumlah armada tujuh (7)
unit dan Kecamatan Kuma dengan jumlah armada dua (2) unit.
Penangkapan ikan dengan alat tangkap
pukat cincin di KM. Burung Laut Kuma dilakukan dengan menggunakan alat bantu
penangkapan rumpon milik pemilik alat tangkap dan milik nelayan-nelayan
sekitar. Sebelum dilakukan operasi penangkapan dilakukan pengumpulan ikan di rumpon.
Nelayan yang bertugas akan pergi ke laut pada sore menjelang malam hari.
Selanjutnya nelayan tersebut akan menyalakan lampu untuk memikat ikan-ikan
kecil sehingga akan berkumpul di bawah rumpon. Sedangkan armada penangkapan
akan pergi kelokasi penangkapan pada pukul 02.00 subuh. Jarak dari pantai
menuju ke lokasi penangkapan ikan dapat ditempuh dengan waktu setengah jam.
Selanjutnya fishing master (tonaas)
akan menyelam di sekitar rumpon untuk mengamati ketebalan gerombolan ikan
ataupun arah arus. Arah arus dapat diketahui dengan melihat arah kepala
ikan dengan asumsi bahwa arah kepala
ikan akan berlawanan dengan arah arus. Para anak buah kapal akan mengikat buih
pada rumpon dan selanjutnya rumah rumpon akan dilepas dan dibiarkan bebas
sehingga akan memudahkan ketika proses penawuran jaring. Selanjutnya tonaas
akan memberikan kode untuk penawuran jaring. Penarikan jaring dilakukan apabila
ujung tali pertama dan tali yang terakhir telah sampai diatas perahu. Penarikan
jaring diawali dengan penarikan tali cincin, penarikan tali cincin harus
dilakukan secepatnya agar ikan tidak ada peluang untuk meloloskan diri. Apabila
telah selesai dilakukan pengangkatan jaring maka perahu akan kembali mencari
rumpon dan selajutnya akan kembali mengikatkan rumah rumpon tersebut.
Daftar
Pustaka
Anonimous.
Perikanan Tangkap. http://perikanan-tangkap.blogspot.com/2012/09/jenis-jenis-purse-seine.html
Anonimous.
Pukat Kantong. nhttp://www.slideshare.net/bachrisb/pukat-kantong
Baskoro, M., dan Taurusman.,A.Am., 2011. Tingkah Laku Ikan:
Hubungannya dengan Ilmu dan Teknologi Perikanan Tangkap. Lubuk Agung. Bandung.
258 hal.
Hadi, S.
Konstruksi dan Bahan Mini Purse Seine. http://syamsulhadi42.blogspot.com/2014/12/konstruksi-dan-bahan-mini-purse-seine.html
Subani W dan H.R Barus. 1989. Alat
Penangkapan Ikan dan Udang Laut di Indonesia. Jurnal Penelitian Perikanan Laut No. 35 tahun 1988/1989 Edisi Khusus. Balai
Penelitian Perikanan Laut. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
Departemen Pertanian. Jakarta. 248 hal.
Perkenalkan, saya dari tim kumpulbagi. Saya ingin tau, apakah kiranya anda berencana untuk mengoleksi files menggunakan hosting yang baru?
BalasHapusJika ya, silahkan kunjungi website ini www.kumpulbagi.com untuk info selengkapnya.
Di sana anda bisa dengan bebas share dan mendowload foto-foto keluarga dan trip, music, video, filem dll dalam jumlah dan waktu yang tidak terbatas, setelah registrasi terlebih dahulu. Gratis :)