PAMBUT SEBAGAI
SARANA PENANGKAPAN IKAN
DI KABUPATEN KEPUALAUAN SANGIHE
Pendahuluan
Kapal adalah kendaraan air
dengan bentuk dan jenis apapun, yang digerakan dengan tenaga mekanik, tenaga
angin atau ditunda, termasuk kendaraan berdaya dukung dinamis, kendaraan di bawah
permukaan air, serta alat apung dan bangunan terapung yang tidak
berpindah-pindah (UU RI No 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran). Selanjutnya PP No
54 Tahun 2002 tentang Usaha Perikanan
menjabarkan beberapa definisi kapal, diantaranya : Kapal Perikanan yaitu kapal,
perahu atau alat apung lain yang dipergunakan untuk melakukan penangkapan ikan,
mendukung operasi penangkapan ikan, pembudidayaan ikan, pengangkutan ikan,
pengolahan ikan, pelatihan perikanan dan penelitian/eksplorasi perikanan. Kapal
Penangkap Ikan yaitu kapal yang secara khusus dipergunakan untuk menangkap
ikan, termasuk menampung dan mengangkut, menyimpan, mendinginkan atau
mengawetkan. Perahu Penangkap Ikan yaitu sarana apung penangkapan yang tidak
mempunyai geladak utama dan bangunan atas/rumah geladak dan hanya memiliki
bangunan atas/rumah geladak yang secara khusus dipergunakan untuk menangkap
ikan, termasuk menampung dan mengangkut, menyimpan, mendinginkan atau
mengawetkan.
Istilah
"kapal ikan tradisional" merupakan sebutan untuk kapal perikanan (fishing
vessel) yang bersifat tradisional. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor. 31.
Tahun 2004, Tentang Perikanan, dalam Pasal I dinyatakan bahwa "kapal
perikanan adalah kapal, perahu, atau alat apung lain, yang dipergunakan untuk
melakukan penangkapan ikan, mendukung operasi penangkapan ikan pembudidayaan
ikan, pengangkutan ikan, pelatihan perikanan, dan penelitian/eksplorasi
Perikanan". Kamus besar Bahasa Indonesia, terbitan Balai Pustaka
mengartikan istilah ”tradisional" sebagai "sikap dan cara berpikir
serta bertindak yang selalu berpegang teguh pada norma dan adat kebiasaan yang
ada secara turun-temurun" Sedangkan menurut Balai Pengembangan Penangkapan
lkan Semarang, umumnya konstruksi kapal ikan tradisional menggunakan balok
lunas dari kayu dengan beberapa lembar papan sebagai kulit/dinding kapal dan
gading-gading serta balok linggi (depan dan belakang) sebagai penguatnya, serta
mempunyai balok deck, papan deck, palkah ikan, dan bangunan di atas deck.
Sehingga ”kapal ikan tradisional" dapat didefinisikan sebagai sarana apung
untuk melakukan kegiatan penangkapan, penampungan, pengolahan dan penyimpanan
ikan yang dibuat dari bahan kayu oleh galangan atau pengrajin kapal
tradisional, berdasarkan pada pengalaman dan keahlian yang diberikan secara
turun-temurun, sesuai sistem tradisi masyarakat setempat, tanpa menggunakan
gambar rancang bangun (design) dan spesifikasi teknis yang lengkap
sebagai acuan dalam pelaksanaan pembangunannnya (Sa’id, 2009).
Kapal ikan tradisional
umumnya menggunakan kayu sebagai material utama. Hal ini dikarenakan biaya
produksi dan perawatan kapal kayu lebih murah bila dibandingkan dengan material
lainnya. Kayu merupakan material yang baik untuk pembangunan kapal ikan.
Pemilihan kayu untuk satu tujuan pemakaian memerlukan pengetahuan tentang
sifat-sifat kayu tersebut yang meliputi berat jenis, kelas awet dan kelas kuat.
Namun persyaratan tersebut amat memungkinkan terjadi pengisian oleh kayu jenis
yang lain apabila didaerah tersebut kayu yang memenuhi kriteria sangat langka
dan harga yang tinggi.
Gambaran Wilayah
Kabupaten Kepulauan Sangihe secara geografis terletak
diantara 4O 4' 13" - 4O 44' 22" Lintang Utara,
125O 9' 28" - 125O 56' 57" Bujur Timur, berada
antara Pulau Sulawesi dengan Pulau Mindanao (Republik Pilipina) dan merupakan
bagian integral dari Propinsi Sulawesi Utara dengan ibukota Tahuna, jarak
tempuh 142 mil laut dari ibukota Propinsi yakni Manado. Luas wilayah daratan
Kabupaten Kepulauan Sangihe mencapai 11.863,58 km2 yang terdiri dari
daratan seluas 736,98 km2 atau seluas 6,2 % dan lautan seluas
11.126,61 km2 (Anonymous, 2009).
Dengan luas wilayah laut yang besar tentu membutuhkan transportasi laut
sebagai sarana penunjang kebutuhan. Sarana transportasi berupa kapal dan perahu
sangat diperlukan dalam aktifitas kehidupan masyarakat. Kapal atau perahu
merupakan sarana transportasi yang umum di Kabupaten Kepulauan Sangihe, baik
sebagai sarana transportasi antar pulau juga sebagai sarana penunjang mata
pencaharian bagi para nelayan.
Kondisi suatu daerah
penangkapan ikan tidak sama pada beberapa tempat, ditambah pula keadaan cuaca
yang tidak menentu serta pengaruh gelombang dan arus maka suatu kapal perikanan
pada berbagai daerah sangat berbeda karakteristiknya. Pembangunan suatu armada
penangkap ikan sangat memperhatikan karakteristik daerah penangkapan ikan.
Kabupaten Kepulauan Sangihe termasuk daerah yang mempunyai kondisi cuaca yang
ekstrem sepanjang tahun, sehingga membutuhkan armada penangkap ikan yang sesuai
dengan kondisi tersebut. Dengan kondisi tersebut nelayan atau pelaku perikanan,
Dalam
memanfaatkan sumberdaya ikan di laut, para
nelayan menggunakan berbagai jenis kapal penangkap ikan yang
berbeda baik ditinjau dari ukuran maupun dari bahan baku
pembuatan kapal. Kapal-kapal tersebut kondisinya juga sangat beragam, dari
yang bersifat tradisional sampai dengan yang memanfaatkan
teknologi maju yang terus disesuaikan sejalan dengan kemajuan dan perkembangan
teknologi itu sendiri. Demikian pula dengan alat tangkap yang digunakan
kapal ikan itu terdiri dari yang sangat sederhana sampai dengan alat tangkap
modern.
Armada penangkap ikan
yang ada di Kabupaten Kepulauan Sangihe terdiri dari beberapa jenis, mulai dari
tradisional hingga semi modern diantaranya perahu katir tanpa mesin, perahu katir
bermesin dan kapal. Armada penangkap ikan tersebut mengusahakan berbagai macam
jenis alat tangkap ikan. Salah satu jenis kapal penangkap ikan yang umum
terdapat di Kabupaten Kepulauan Sangihe, yaitu pambut (pumpboat). Sejak diperkenalkan oleh
nelayan asing dari negara tetangga Phillipina armada penangkap ikan ini menjadi sangat populer.
Keberadaan armada ini bukan hanya di Kabupaten Kepulauan Sangihe saja namun
hingga daerah-daerah sekitar seperti Kepulauan Talaud, Kabupaten Sitaro hingga
ke daerah Maluku. Selain digunakan untuk menangkap ikan, pambut juga digunakan
sebagai sarana transportasi antar pulau.
Asal usul kata hingga dinamakan pumpboat masih belum
jelas pengertiannya hingga saat ini. Pumpboat atau selanjutnya lebih
dikenal dengan nama pambut istilah lokal di
Kepulauan Sangihe, awalnya dibuat dan digunakan di Negara Philipina,
penggunaanya
sebagai alat transportasi dan
juga sebagai sarana penangkapan ikan.
Dalam perkembangan
selanjutnya perahu ini telah
tersebar ke berbagai daerah di Indonesia
Timur khususnya Sulawesi Utara, demikian pula halnya keberadaan pambut sangat
umum dijumpai di Kepulauan Sangihe. Perahu ini dibangun dengan ukuran yang
bervariasi tergantung dari segi penggunaanya serta kemampuan daya beli bahan
dari pemiliknya. Bahan-bahan seperti marine
triplex, paku tembaga dan bahateng
masih memakai produk Negara Philliphina. Jumlah armada penangkap ikan yang
menggunakan pambut sebagai sarana tangkap kian hari kian bertambah, yang secara
otomatis mendesak nelayan tradisional yang
hanya mengandalkan dayung dan layar.
Pambut termasuk
tipe perahu berkatir bermesin dalam. Pambut dibuat dengan berbagai macam
ukuran, mulai dari yang kecil hingga yang berukuran besar tergantung kebutuhan.
Pambut berukuran besar bermesin dalam (inboard)
dengan daya pendorong 150 PK 6 katup Merek Izusu dan Merek Mitsubishi dengan
tenaga kerja sebanyak 5-6 orang. Pambut ukuran ini mampu membawa 8 hingga 10 armada pendukung
(pakura) dan sangat efisien dan efektif
dalam menangkap ikan di laut, terutama jenis ikan tuna. Pakura tersebut diawaki
oleh 1 orang dengan mesin 5 PK yang bertugas sebagai penangkap ikan. Pambut
berukuran besar tersebut seringkali di sebut pusu, hal ini merujuk pada jenis mesin yang digunakan yaitu fusso
atau mesin truck yang sudah tidak digunakan untuk kemudian dimodifikasi
sehingga bisa digunakan pada pambut ukuran besar. Sedangkan pambut berukuran kecil mempunyai mesin yang disebut
dengan katinting, dengan daya dorong
mulai dari 5 PK – mencapai 16 PK. Salah satu ciri khas yang dapat ditemui pada
perahu ini yaitu dindingnya atau papan kulit terbuat dari marine triplex yang tebal
dan tahan air serta salah satu bahannya yaitu trem (local name: bahateng) terbuat dari bambu yang
elastis dan kuat (local name: bayut).
Ukuran ketebalan marine triplex ini bervariasi menurut ukuran perahu, untuk
perahu berukuran kecil menggunakan marine triplex 3 mm, sedangkan yang besar
menggunakan marine triplex 5 mm.
Pambut
Pambut
merupakan perahu tipe
bercadik, cadik tersebut terdapat pada bagian kiri dan kanan
perahu yang fungsinya
untuk menjaga keseimbangan agar tidak mudah oleng ketika diterjang ombak, dalam
istilah lokal, cadik disebut sahemang.
Cadik tersebut umumnya dari dari bambu tahan air (tabadi). Untuk perahu pambut yang besar pada bagian tengah terdapat
penyangga (trim) yang
disebut dengan bahateng yang
merupakan gabungan dari kayu keras dan bambu ruas pendek yang lentur (bayut). Bagian depan dibuat/didesain sedemikian rupa sehingga berfungsi
sebagai haluan dan pemecah gelombang
/ombak.
Paku yang digunakan
yaitu paku tembaga untuk bagian yang kena air dan paku zink untuk bagian
geladak. Sebagai papan dan papan geladak digunakan marine triplex dengan ukuran
3 mili-5 mili tergantung ukuran perahu yang dibuat, untuk merekatkannya
digunakan lem epoxy. Pengecatan perahu dengan menggunakan cat khusus yaitu marine coatex.
Bahan Baku Pembuat Pambut
Pembuatan pambut mengadopsi teknik pembuatan dari
negara asal yaitu Phillipina, sehingga bahan-bahan yang dibutuhkan sebagian
besar masih tergantung pasokan dari negara Phillipina. Untuk membuat suatu
pambut diperlukan bahan-bahan yang pada bagian-bagian perahu pambut tersebut
berbeda pada masing-masing bagian.
Bagian-bagian perahu pambut beserta
bahan-bahannya diuraikan sebagai berikut:
Lunas (kasku)
Lunas
membutuhkan kayu yang tidak mudah pecah dan tahan binatang laut. Lunas biasanya
terbuat dari kayu bulat, keras, tahan air dan tidak bersambung. Beberapa jenis
kayu yang biasanya dipakai untuk lunas seperti kayu kaluwatu, pilapihe dan panirang.
Linggi
Linggi
terbuat dari kayu keras, tahan air seperti panirang, pilapihe, salise
(Ketapang/Terminalia catappa), kapuraca atau dingkareng (Nyamplung/Caiophylum
inophyllum).
Gading
terbuat dari kayu keras dan
tahan air seperti nyamplung (Caiophylum inophyllum)
dan ketapang (Terminalia catappa).
Geladak
Rangka geladak terbuat dari
kayu keras, tahan air seperti (Caiophylum inophyllum)
dan ketapang (Terminalia catappa), sedangkan
untuk alas memakai marine triplex.
Senta
senta membutuhkan kayu yang
tidak mudah pecah dan tahan binatang laut.
Dinding
Terbuat dari marine triplex
yang ketebalannya mengikuti ukuran perahu pambut yang akan dibangun.
Trim (bahateng)
Terbuat dari bahan bambu
khusus yang tahan air serta mudah dibengkokan, pembengkokan bambu tersebut
biasanya memakai kayu bakar ataupun kompor las. Pembengkokan bambu tersebut
umumnya memakan waktu yang lama hingga mencapai hasil lekukan yang diinginkan.
Katir (sema-sema, sahemang)
Terbuat dari bambu tahan air (tabadi)
yang mempunyai ketebalan dan diameter yang
cukup.
Untuk merekatkan masing-masing bagian tersebut
digunakan paku tembaga dari berbagai macam ukuran tergantung bagian yang akan
direkatkan serta lem epoxy yang khusus didatangkan dari
negara tetangga. Pengecatan perahu menggunakan cat dan pengencer cat yang mempunyai
kualitas yang baik, cat yang digunakan yaitu jenis marine coating seperti
merek marine seagull dan boysene.
Pembuatan Pambut
Proses
pembangunan pambut secara umum para perajin terlebih dahulu yaitu penyediaan
bahan. Bahan-bahan yang sudah tersedia seperti lunas, linggi, gading, centa,
serta bahan-bahan kayu lain yang akan dipakai dalam pembuatan kapal ini
selanjutnya dikeringkan dengan cara dibiarkan ditempat sejuk.
1) Peletakan lunas
Pekerjaan pertama yaitu
membuat lunas, lunas yang telah dipotong sesuai ukuran dibersihkan.
2) Pemasangan linggi
3) Pemasangan gading
4) Pemasangan balok geladak
5) Pemasangan senta
6) Pembuatan rumah mesin
7) Pemasangan dinding
8) Pemasangan mesin
9) Pemasangan tiang
10) Pemasangan trim
11) Pemasangan katir
12) Pengecatan
Permasalahan
Kehadiran pambut sebagai sarana penangkapan ikan sangat efektif,
ditunjang dengan alat tangkap pancing (handline)
khususnya pancing tuna (tuna handline)
untuk penangkapan ikan tuna dan cakalang. Kehadiran pambut dalam penangkapan
ikan tuna mendesak nelayan tradisional dengan
peralatan seadanya dan ditunjang jangkauan wilayah operasi dekat.
bambu jenis bayut
proses pembengkokan bayut
linggi depan
pambut ukuran kecil
pambut ukuran besar (pussu)
pakura
Kepustakaan
Anonymous, 1992. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun
1992 Tentang Pelayaran.
Anonymous, 2009. Profil Sangihe 2009.
Anonymous, 2002. Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2002 Tentang
Usaha Perikanan.
Anonymous, 2004. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun
2004 Tentang Perikanan.
Sa’id, S.D.,2009. Kajian Ekonomis Penggunaan Daya Mesin Kapal
Purse Seine Di Perairan Pekalongan. Tesis. Universitas Diponegoro Semarang. hal
7.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar