Senin, 09 Maret 2015

Bubu Pahato (perangkap ikan/bubu dasar)

BUBU PAHATO
(perangkap ikan/bubu dasar)

Pendahuluan
Perangkap ikan adalah alat penangkap ikan yang terpasang di dalam air atau di atas permukaan air untuk jangka waktu tertentu, baik sementara maupun menetap, tergantung jenis perangkapnya. Alat ini ada yang dipasangi pembatas (labyrinth) atau pintu jebakan (non retarding devices) di mana ikan akan terperangkap secara alami maupun diarahkan (Ardidja, 2007). Selanjutnya Baskoro, (2011) menambahkan bahwa perangkap adalah salah satu alat penangkap organisme air yang bersifat statis, umumnya berupa kurungan dan jebakan dengan berbagai bentuk, desain dan dimensi ukuran. Metode pengoperasian alat tangkap trap, adalah dengan menempatkan alat tersebut pada jalur atau daerah migrasi ikan dasar, karena alat tangkap trap merupakan alat tangkap dasar dengan tujuan penangkapannya adalah biota atau sumberdaya perikanan demersal seperti kepiting (crab), dan ikan-ikan demersal lainnya. Cara penangkapannya dengan memikat ikan agar masuk atau mengarah ke dalam perangkap tanpa adanya paksaan dan sulit untuk keluar atau lolos karena terhalang dengan desain pintu masuk tertentu pada alat tersebut.
Perangkap ikan atau bubu merupakan alat tangkap ikan tradisional yang sudah lama dikenal nelayan. Bubu sering pula dikenal sebagai perangkap (traps) dan penghadang (berrier), hal ini sesuai dengan sifat dan prinsip pengoperasian alat tangkap ini. Hampir setiap daerah perikanan mempunyai variasi model dan bentuk tersendiri, bentuk-bentuk bubu umumnya seperti jangkar (cages), silinder, segitiga memanjang dan lain sebagainya. Bahan dasar pembuatan bubu umumnya terbuat dari anyaman bambu (bamboo splitting or bamboo screen) dengan rangka kayu dan bilah bambu ataupun tanpa rangka; atau bahan jaring dengan rangka besi. Bagian-bagian bubu yaitu badan (body); mulut (funnel) dan pintu, badan yaitu tempat dimana ikan-ikan terkurung, mulut yaitu sebagai tempat ikan masuk dan pintu yaitu sebagai tempat pengambilan hasil tangkapan. Bagian-bagian tersebut hampir semua terdapat pada bubu, namun adapula bubu yang tanpa pintu, sehingga proses pengambilan hasil tangkapan dilakukan lewat mulut. Dilihat dari cara pengoperasiannya, bubu dikategorikan atas tiga (3) jenis yaitu, bubu dasar (ground fishpots); bubu apung (floating fishpots) dan bubu hanyut (drifting fishpots).
Konstruksi
Salah satu bubu dasar yang umum dikenal dikenal di daerah Kepulauan Sangihe Sulawesi Utara yaitu bubu jenis pahato. Bentuk bubu pahato menyerupai bubu tambun, namun yang membedakannya yaitu bubu pahato tanpa alas. Bubu pahato yaitu bubu dasar tanpa pintu, sehingga pengambilan hasil tangkapan dilakukan lewat mulut bubu. Bubu pahato lebih ditujukan untuk menangkap jenis-jenis ikan dengan memanfaatkan tingkah laku ikan yang mempunyai kecenderungan beruaya mencari makan kearah pantai pada saat air bergerak pasang dan kembali lagi kelaut pada saat air bergerak surut (tidal trap). Bubu pahato merupakan bubu dasar (ground fishpots) tanpa pintu berbahan dasar anyaman bambu (bamboo splitting or bamboo screen) yang diperkuat dengan rangka bilah bambu dan kayu, tidak mempunyai alas pada bagian dasar. Berbentuk persegi panjang dengan bentuk kerucut pada bagian ekor dan membulat ke dalam pada bagian depan. Bubu pahato mempunyai dimensi panjang keseluruhan 2,30 m, lebar 1,70 m dan tinggi 0,60-0,70 m;  panjang dari bagian bahu 2,04 m, lebar dari bagian bahu 0,45 m; mulut bubu memiliki panjang 1,25 m dan mengecil ke arah dalam; tinggi mulut bubu bagian dalam 0,35 m; lebar mulut bubu bagian dalam 0,55 m; lebar bagian ekor 0,95 m; dimensi mata anyaman bambu (mesh size) 6,2 inchi.











Gambar 1. Bubu Pahato
Pengoperasian Bubu Pahato
Bubu pahato dipasang secara tetap di perairan pada saat air surut terendah didaerah pasang surut (intertidal zone), perairan karang atau diantara karang-karang dan bebatuan. Penempatan bubu pahato dilakukan di bagian dalam area terumbu karang agar supaya terlindung dari hempasan ombak dan gelombang, mulut bubu pahato dipasang menghadap arah pantai dengan tumpukan batu karang pada kanan kiri bahu pahato sebagai penghadang ikan. Pemasangan bubu pahato menghadap kearah pantai untuk menghadang ruaya ikan-ikan yang mencari makan kedaerah pantai ketika air pasang. Hal ini dimaksudkan untuk menghadang ikan-ikan yang kembali kelaut setelah air mulai surut, sehingga ikan-ikan akan terhadang pada bagian penghadang hingga masuk ke arah mulut bubu pahato. Untuk menyamarkannya maka pada bagian samping dan punggung bubu pahato diletakan batu karang sehingga menyerupai habitat asli, pada bagian depan samping kiri dan kanan dibuat penghadang dari tumpukan batu karang untuk lebih mengarahkan agar ikan masuk ke dalam bubu pahato. Pada bagian yang mengarah ke mulut bubu pahato dibuat kolam atau alur masuk agar ikan leluasa untuk masuk ke dalam perangkap.



















         Gambar 2. Pengoperasian Bubu Pahato
Pengambilan Hasil Tangkapan

Bubu pahato yang sudah disetting di daerah karang tersebut biasanya mulai akan memerangkap ikan sekitar dua minggu sesudah pengoperasiannya. Hal tersebut tidak lain karena sifat-sifat atau tingkah laku ikan itu sendiri terhadap benda asing yang ada dihabitatnya, dan juga karena alat tangkap tersebut masih menghasilkan bau dari bahan alat tangkap (bambu, kayu, dan lain sebagainya) sehingga ikan akan merasa asing terhadap bau dari alat tangkap.

 
Gambar 3. Pengambilan Hasil Tangkapan Bubu Pahato
Hasil Tangkapan
Hasil tangkapan utama terdiri dari ikan-ikan karang yang aktif mencari makan ketika air pasang seperti sekartaji (Acanthurus sp.), kakatua (Scarus sp.), kakatua (Callydon sp.), lencam (Lethrinus sp), rajabao (Plectorhinchus sp.), beronang (Siganus virgatus), beronang lada (Siganus guttatus). Ikan-ikan yang sudah terperangkap tersebut selanjutnya diambil pada saat air surut, pengambilan hasil tangkapan dilakukan dengan cara memanah ikan-ikan yang ada di dalam bubu pahato dengan senapan ikan atau menombak dengan tombak besi. Ikan-ikan yang sudah terpanah atau ditombak selanjutnya diarahkan ke mulut bubu pahato untuk diambil hasilnya. Bubu  pahato umumnya dapat bertahan atau terus memberikan hasil tangkapan kurang lebih tiga bulan sesudah dioperasikan.

 

Daftar Pustaka

Ardidja, S., 2007. Alat Penangkap Ikan. Sekolah Tinggi Perikanan Jakarta. Hal 62.
Baskoro, M., dan Taurusman.,A.Am., 2011. Tingkah Laku Ikan: Hubungannya dengan Ilmu dan Teknologi Perikanan Tangkap. Lubuk Agung. Bandung. Hal 99.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar