BUBU PAHATO
(perangkap ikan/bubu dasar)
Pendahuluan
Perangkap ikan adalah alat penangkap ikan
yang terpasang di dalam air atau di atas permukaan air untuk jangka waktu
tertentu, baik sementara maupun menetap, tergantung jenis perangkapnya. Alat
ini ada yang dipasangi pembatas (labyrinth) atau pintu jebakan (non retarding
devices) di mana ikan akan terperangkap secara alami maupun diarahkan (Ardidja,
2007). Selanjutnya Baskoro, (2011) menambahkan bahwa perangkap adalah salah
satu alat penangkap organisme air yang bersifat statis, umumnya berupa kurungan
dan jebakan dengan berbagai bentuk, desain dan dimensi ukuran. Metode
pengoperasian alat tangkap trap,
adalah dengan menempatkan alat tersebut pada jalur atau daerah migrasi ikan
dasar, karena alat tangkap trap merupakan alat tangkap dasar dengan tujuan
penangkapannya adalah biota atau sumberdaya perikanan demersal seperti kepiting
(crab), dan ikan-ikan demersal
lainnya. Cara penangkapannya dengan memikat ikan agar masuk atau mengarah ke
dalam perangkap tanpa adanya paksaan dan sulit untuk keluar atau lolos karena
terhalang dengan desain pintu masuk tertentu pada alat tersebut.
Perangkap ikan atau bubu merupakan alat
tangkap ikan tradisional yang sudah lama dikenal nelayan. Bubu sering pula
dikenal sebagai perangkap (traps) dan
penghadang (berrier), hal ini sesuai
dengan sifat dan prinsip pengoperasian alat tangkap ini. Hampir setiap daerah
perikanan mempunyai variasi model dan bentuk tersendiri, bentuk-bentuk bubu
umumnya seperti jangkar (cages),
silinder, segitiga memanjang dan lain sebagainya. Bahan dasar pembuatan bubu umumnya
terbuat dari anyaman bambu (bamboo splitting or bamboo screen) dengan rangka kayu dan bilah bambu ataupun tanpa rangka;
atau bahan jaring dengan rangka besi. Bagian-bagian bubu yaitu badan (body); mulut (funnel) dan pintu, badan yaitu tempat dimana ikan-ikan terkurung,
mulut yaitu sebagai tempat ikan masuk dan pintu yaitu sebagai tempat
pengambilan hasil tangkapan. Bagian-bagian tersebut hampir semua terdapat pada
bubu, namun adapula bubu yang tanpa pintu, sehingga proses pengambilan hasil
tangkapan dilakukan lewat mulut. Dilihat dari cara pengoperasiannya, bubu
dikategorikan atas tiga (3) jenis yaitu, bubu dasar (ground fishpots); bubu
apung (floating fishpots) dan bubu hanyut (drifting
fishpots).
Konstruksi
Salah satu bubu dasar yang umum dikenal
dikenal di daerah Kepulauan Sangihe Sulawesi Utara yaitu bubu jenis pahato. Bentuk
bubu pahato menyerupai bubu tambun, namun yang membedakannya yaitu bubu pahato
tanpa alas. Bubu pahato yaitu bubu dasar tanpa pintu, sehingga pengambilan
hasil tangkapan dilakukan lewat mulut bubu. Bubu pahato lebih ditujukan untuk
menangkap jenis-jenis ikan dengan memanfaatkan
tingkah laku ikan yang mempunyai kecenderungan beruaya mencari makan
kearah pantai pada saat air bergerak pasang dan kembali lagi kelaut pada saat
air bergerak surut (tidal trap). Bubu
pahato merupakan bubu dasar (ground fishpots) tanpa pintu berbahan dasar
anyaman bambu (bamboo splitting or bamboo screen) yang diperkuat dengan rangka bilah bambu dan kayu, tidak
mempunyai alas pada bagian dasar. Berbentuk persegi panjang dengan bentuk kerucut
pada bagian ekor dan membulat ke dalam pada bagian depan. Bubu pahato mempunyai
dimensi panjang keseluruhan 2,30 m, lebar 1,70
m dan tinggi 0,60-0,70 m; panjang dari
bagian bahu 2,04 m, lebar dari bagian bahu 0,45 m; mulut bubu memiliki panjang
1,25 m dan mengecil ke arah dalam; tinggi mulut bubu bagian dalam 0,35 m; lebar
mulut bubu bagian dalam 0,55 m; lebar bagian ekor 0,95 m; dimensi mata anyaman
bambu (mesh size) 6,2 inchi.
Gambar
1. Bubu Pahato
Pengoperasian
Bubu Pahato
Bubu pahato dipasang secara tetap di
perairan pada saat air surut terendah didaerah pasang surut (intertidal zone), perairan karang atau diantara karang-karang dan bebatuan. Penempatan
bubu pahato dilakukan di bagian dalam area terumbu karang agar supaya
terlindung dari hempasan ombak dan gelombang, mulut bubu pahato dipasang
menghadap arah pantai dengan tumpukan batu karang pada kanan kiri bahu pahato
sebagai penghadang ikan. Pemasangan bubu pahato menghadap kearah pantai untuk
menghadang ruaya ikan-ikan yang mencari makan kedaerah pantai ketika air
pasang. Hal ini dimaksudkan untuk menghadang ikan-ikan yang kembali kelaut
setelah air mulai surut, sehingga ikan-ikan akan terhadang pada bagian
penghadang hingga masuk ke arah mulut bubu pahato. Untuk menyamarkannya maka
pada bagian samping dan punggung bubu pahato diletakan batu karang sehingga
menyerupai habitat asli, pada bagian depan samping kiri dan kanan dibuat
penghadang dari tumpukan batu karang untuk lebih mengarahkan agar ikan masuk ke
dalam bubu pahato. Pada bagian yang mengarah ke mulut bubu pahato dibuat kolam atau
alur masuk agar ikan leluasa untuk masuk ke dalam perangkap.
|
|
|
Gambar
2. Pengoperasian Bubu Pahato
Pengambilan
Hasil Tangkapan
|
|
Gambar
3. Pengambilan Hasil Tangkapan Bubu Pahato
Hasil Tangkapan
Hasil tangkapan utama terdiri dari
ikan-ikan karang yang aktif mencari makan ketika air pasang seperti sekartaji (Acanthurus sp.), kakatua (Scarus sp.), kakatua (Callydon sp.), lencam
(Lethrinus sp), rajabao (Plectorhinchus sp.), beronang (Siganus virgatus), beronang lada (Siganus guttatus). Ikan-ikan yang sudah terperangkap
tersebut selanjutnya diambil pada saat air surut, pengambilan hasil tangkapan
dilakukan dengan cara memanah ikan-ikan yang ada di dalam bubu pahato dengan
senapan ikan atau menombak dengan tombak besi. Ikan-ikan yang sudah terpanah
atau ditombak selanjutnya diarahkan ke mulut bubu pahato untuk diambil hasilnya.
Bubu pahato umumnya dapat bertahan atau
terus memberikan hasil tangkapan kurang lebih tiga bulan sesudah dioperasikan.
|
Daftar
Pustaka
Ardidja, S., 2007. Alat Penangkap
Ikan. Sekolah Tinggi Perikanan Jakarta. Hal 62.
Baskoro,
M., dan Taurusman.,A.Am., 2011. Tingkah Laku Ikan: Hubungannya dengan Ilmu dan
Teknologi Perikanan Tangkap. Lubuk Agung. Bandung. Hal 99.